Wednesday, 28 August 2013
Kebenaran diuji
Monday, 19 August 2013
Iqra' - bacalah!
Tuesday, 13 August 2013
Negeri Lima Menara
Penulis | Ahmad Fuadi |
---|---|
Ilustrator | Doddy R. Nasution |
Seniman sampul | Slamet Mangindaan |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu |
Genre | Edukasi, Religi, Roman |
Penerbit | Gramedia (Jakarta) |
Tanggal terbit | Juli 2009 |
Halaman | 416 |
ISBN | 978-979-22-4861-6 |
Negeri 5 Menara adalah roman karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009. Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka adalah:
- Alif Fikri Chaniago dari Maninjau
- Raja Lubis dari Medan
- Said Jufri dari Surabaya
- Dulmajid dari Sumenep
- Atang dari Bandung
- Baso Salahuddin dari Gowa
Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 sampai kelas 6. Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama yaitu duduk dibawah menara pondok madani. Dari kegemaran yang sama mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara.
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranahMinangkabau. Masa kecilnya adalah berburudurian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermainsepak bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.
Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera danJawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamkawalau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya, belajar di pondok.
Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” saktiman jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.
Dia terheran-heran mendengar komentatorsepak bola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawasdan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.
Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai,Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan,Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep,Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.